Selamat pagi Indonesia! Kali ini gue akan berusaha untuk menepati janji yang telah tertulis pada hari kemarin, Minggu, 31 Januari 2016. Dan sebagai pembuka Februari ini, maka gue rasa adalah hal yang tepat untuk melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat sepert ini (menulis di Anekdot Jejaka). Jadi, tanpa perlu basi basa lagi, gue akan memberikan Lenga Indonesia ini ke salah satu teman. FYI aja nih, temen gue yang satu ini sudah kenal cukup lama dengan gue sejak buaya masih di perairan, kalo sekrang kan buaya udah di darat. So, ladies and gentlemen, ada gadis makan cangcimen, kita persilahkan teman gue ini untuk menceritakan pengalamannya.
***
Terima kasih kepada teman gue yang di atas tadi, yang kalo makan paling lama sampe bosen gue tungguin. Jadi, sebagai teman yang baik, gue akan membantu teman gue itu untuk mengisi cerita di Anekdot Jejaka ini. Setelah melalui pemikiran yang cukup alot, pertimbangan yang cukup [masak air, biar] matang, akhirnya gue memutuskan untuk memilih menceritakan pengalaman gue yang terbaru ini. Gue kasih sedikit pengantar aja nih ya, di cerita ini gue akan berbicara soal cinta, cinta kepada sesama jenis. Et tunggu dulu, yang gue maksud cinta kepada sesama jenis itu, bukan berarti cowok sama cowok, atau cewek sama cewek, atau yang lebih ekstrim lagi banci sama banci, tapi di sini cinta kepada sesama jenis itu adalah cinta manusia kepada manusia. Dan lebih spesifik lagi, cinta seorang cowok sama cewek. Masalah yang gue bikin sendiri ini akhirnya klir. Okelah, enggak usah nunggu lama-lama lagi, gue langsung aja cerita.
***
Jam menunjukan pukul tiga sore, itu menandakan gue harus segera menyudahi kegiatan ini. Saat ini, gue sedang asyik mengikuti magang di salah satu tempat yang tidak bisa gue sebutkan, karena kalo gue sebutin nantinya jadi promosi, temen gue mana mau blognya dibikin ajang promosi yang bukan ada sangkut pautnya sama dia. Dan pada hari yang sama pula, yaitu Sabtu, adalah hari terakhir gue magang di tempat gue magang. Yaiyalah gue magang di tempat gue magang, masa gue magang di tempat gue mandi. Dengan perasaan yang senang, akhirnya gue pulang ke tempat kontrakan gue.
Rizky (tanpa Febrian) |
Oh iya, sebelum gue berbicara lebih lanjut, gue harus perkenalkan diri gue dulu dong. Seperti kata pepatah, tak kenal maka tak and the power of juju. Eh salah, maksud gue, tak kenal maka tak sayang, jadi sebaiknya gue perkenalkan diri dulu. Nama gue Rizky, lu semua pasti tau lah siapa gue, yang sekarang lagi ngehits banget single gue. Udah ada bayangan blum? Kalo belum juga nih gue kasih tau single gue yang mana,
...Berada di pelukanmuMengajarkanku apa artinya kenyamananKesempurnaan cinta
Nah, udah pada tau kan siapa gue? Hahahaha, tenang aja gue bukan yang nyanyi itu kok, tapi yang jelas nama gue Rizky. Sekarang ini gue adalah seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di daerah Jawa Barat. Gue mahasiswa yang kuliah di jurusan peternakan. Jadi, udah ada sedikit gambaran kan mengenai siapa gue, dan kalo mau berpikir keras lagi, pasti udah pada tau lah kira-kira dimana gue magang, dan seperti apa kegiatan magangnya.
Oke, balik ke cerita, jadi gue kembali ke rumah kontrakan yang telah gue tinggalkan cukup lama karena magang. Gue tentu senang dong, bisa beraktivitas seperti normalnya gue, yaitu main, jalan-jalan, tidur, dan sebagainya. Nah, karena kesenangan gue itu, makanya gue punya rencana esok harinya, Minggu, gue pengen nonton film di bioskop. Tapi, gue bukan mengajak banyak orang untuk menonton film di bioskop, hanya ada satu orang yang akan pergi menemani atau ditemani gue. Sesosok wanita, adalah orang yang akan pergi bersama gue esok hari. Orang yang gue rasa spesial bagi diri gue, hingga berujung pada rasa jatuh cinta, bahkan mungkin jatuh hati. Wanita tersebut bernama Hartiwi, orang yang telah membuat gue lupa akan bernapas, lupa akan berpijak pada tanah, dan lupa siapa gue sebenarnya, apakah gue Rizky Febrian yang menyanyikan lagu Kesempurnaan Cinta?
Singkat cerita, setelah berhasil menghubungi dan terucap kata 'oke, bisa' oleh Hartiwi, maka tibalah hari yang ditunggu. Hari minggu pagi yang cerah ini, dimana seolah Tuhan memberikan jalan untuk gue bisa pergi bersama Hartiwi nonton film di bioskop. Akhirnya, dengan berbekal mesin beroda dua yang gue sebut motor, maka berangkatlah gue bersama motor gue ke tempat Hartiwi berada.
"Assalamualaikum, Hartiwi" Kata gue mencoba memanggil keluar Hartiwi.
"Waalaikumsalam, eh Bu Hajah, ayo masuk" Jawab seorang wanita yang baru saja keluar dari dalam dan membuka pintunya.
"Buset, badan kaya Agung Hercules begini dipanggil Bu Hajah" Gue mencoba membalas candaan wanita, yaitu Hartiwi.
"Hahaha, yaudah ayo masuk, aku mau siap-siap dulu nih." Hartiwi berkata demikian sembari melangkahkan kakinya untuk membuka pager.
"Iya udah, aku tunggu di luar sini aja ya" Kata gue sembari masuk ke teras rumahnya bersama Hartiwi dan menunjuk bangku yang ada di teras tersebut.
5 menit berlalu, dan gue masih di teras rumahnya, duduk di bangku bersama satu bangku yang enggak berpenghuni. 10 menit udah gue tunggu, dan Hartiwi belum juga keluar dari dalam, sementara gue udah mulai asyik main sama semut merah. Dan 2 menit kemudian, Hartiwi baru keluar dari dalam dengan pakaian yang kini sudah terlihat rapih, sopan, cantik, dan wow amazing.
"Ayo, jalan sekarang aja, ya, mumpung udara masih seger nih" Kata Hartiwi yang senang banget melihat gue seperti orang gila yang lagi main sama semut merah ini.
"Oke, siap bos" Dengan semangat yang menggebu-gebu, akhirnya gue harus melepas semut merah itu ke peraduannya, dan gue dengan cepat berdiri dari tempat duduk ini.
Akhirnya, gue jalan lah menuju tempat bioskop yang sebelumnya emang gue udah omongin ke Hartiwi. 10 menit setelah gue berjalan, gue baru sadar. Ternyata gue ini lagi jalan, bukan naik motor. Ya ampun, udah capek-capek jalan, mending kalo cuma 5 atau 10 meter dari pager, lah ini udah 10 menit lebih gue jalan, udah lumayan jauh kan. Akhirnya, gue balik lah ke tempat motor gue berada.
"Ih, kamu ini gimana sih? Aku kira kamu mau ke warung mau beli air atau apa gitu" Hartiwi ngomong begitu setelah gue sampe ke tempatnya lagi, dan kasih tau kejadian sebelumnya.
"Iya maaf-maaf, aku lupa tau, hahaha" Kata gue dengan nada sedikit bercanda.
"Lupa apaan sampe 10 menit gitu, kamu nih ada-ada aja" Hartiwi terlihat tersenyum setelah mendengar perkataan gue yang sebelumnya tadi.
"Iya udah, sekarang aku udah enggak lupa lagi nih, ayo!" Gue mencoba bersikap cool dan langsung berjalan menghampiri motor gue yang terparkir enggak jauh dari tempat gue ngobrol sama Hartiwi tadi.
Akhirnya, berangkatlah gue dengan naik motor ini, ke gedung bioskop. Sekitar 20 menit setelah motor gue pacu, gue menepi ke pinggir jalan.
"Kok, motor gue enteng benget ya, kayak cuman gue doang yang naik ini" Gue berkata kayak begitu sambil noleh ke belakang.
Dan taraaa, gue melihat pemandangan yang menakjubkan di belakang. Gue sendirian naik motor ini, dan itu berarti Hartiwi ketinggalan lagi, dan lagi.
"Mampus dah gue ini mah, bisa abis gue diomelin. Pasrah aja lah, namanya juga lupa gue" Gue mencoba meyakinkan diri gue, walaupun memang tetap salah gue.
Akhirnya gue pacu kembali motor gue ke arah tempat Hartiwi. Dan seperti yang udah gue duga, Hartiwi lagi duduk manis di teras rumahnya.
"Hehehe, maaf, aku lupa lagi" Kata gue membuka obrolan lagi, sambil garuk-garuk kepala (padahal enggak gatel).
"Lupa terus, iya" Hartiwi membalas omongan gue tadi dengan singkat.
"Hehehe, namanya juga manusia, tempatnya salah dan lupa. Jadi wajar aja hehehe" Gue terus berusaha menguasai situasi yang rumit ini.
"Iya, kalo lupanya 2 kali trus lamaaa banget ingetnya, itu sih enggak wajar" Hartiwi mencoba membalas perkataan gue seadanya.
"Iya deh, sekarang enggak lupa lagi nih, inget dah, naik motor bareng kamu, iya kan?" Gue terus mencoba mencairkan suasana ini.
"Yaudahlah, ayo nanti keburu siang, keburu lupa lagi kamunya. Nanti yang ada nontonya enggak jadi, malah lupanya yang tambah jadi." Hartiwi beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri gue. Itu tandanya gue harus segera berangkat bersama dia naik motor.
Oke, masalah soal kelupaan gue itu terselesaikan dengan baik, tanpa adanya peperangan yang berarti dari kedua kubu. Seandainya semua perang di dunia ini bisa diselesaikan dengan baik, seperti cara gue tadi, gue yakin enggak bakal ada yang namanya perang, serang, dan menang.
Tapi lu harus tau satu masalah lain setelah masalah yang tadi. Akibat dari kelupaan gue itu, film yang seharusnya gue tonton dengan Hartiwi yaitu The Black Forest With Vanilla Cream and Strawberry, udah mulai lebih dari setengah jam. Alhasil, rencan yang udah gue buat bareng Hartiwi kemarin itu gagal. Next, untung Tuhan kasih manusia akal, setelah gue bujuk rayu Hartiwi untuk mau menonton film yang lain, dan akhirnya dia mau, maka dengan sigap gue memutuskan untuk menonton film Say The Host. Akhirnya tiket terbeli, dan kita masuk menyaksikan film itu. Gue pas nonton sama Hartiwi, jadi inget lagunya Alm. Benyamin, yang judulnya Malem Minggu,
Kira-kira itu, lagu itu tuh yang mewakili perasaan gue saat nonton bareng Hartiwi. Tapi bedanya, kalo di lirik lagunya kan ada kata 'tunangan', nah ini gue boro-boro tunangan, jadi pacar aja juga enggak....
Aduh emak asyiknye nonton dua duaanKaye nyonye dan tuan di gedonganMau beli minuman kantong kosong glondanganMalu ame tunangan kebingungan
Abis nonton film Say The Host, kita keluar dari gedung bioskop, sambil jalan ke tempat parkiran motor gue.
"Kita cari makan dulu, yuk. Aku udah laper nih" Kata gue coba meyakinkan Hartiwi, karena emang perut gue udah laper banget ini.
"Mau makan dimana emangnya?" Hartiwi bilang begitu ke gue, tandanya dia setuju.
"Menurut kamu, makan dimana yang tempatnya bagus, suasananya enak, pemandangannya bagus?" Gue tanya begitu ke Hartiwi.
"Di mana ya, tunggu bentar" Hartiwi menyuruh gue tunggu, sambil dia lihat hpnya.
"Oh iya, di Goana aja, tempatnya bagus, suasananya enak, pemandangannya juga bagus, kok. Gimana?" Hartiwi bilang seperti itu setelah dia ngecek hpnya.
Gue curiga, kok hpnya dia hebat banget ya, bisa tau apa yang gue mau. Beda sama hp gue, kemarin pas gue coba ketik di Google Maps, 'Jalan ke hati Hartiwi', eh tuh Google Maps jawabnya gini, 'Maaf, Jalan ke hati Hartiwi tidak ditemukan'.
Akhirnya, setelah gue mengiyakan saran dari dia, berangkatlah kita ke tempat makan itu, kira-kira 30 menit lah dari tempat gue nonton tadi. Dan kali ini, gue naik motor serta ada Hartiwi di belakang gue. Yeeesss, aman untuk kali ini.
Sampe di sana, pas banget suara adzan berkumandang. Dan sebagai seorang manusia yang tidak baik dan benar ini, gue harus menunaikan kewajiban gue terlebih dahulu, yaitu Sholat Dzuhur.
"Eh udah adzan loh, mendingan kita sholat dulu di sini, tuh ada mesjidnya" Ajak gue ke Hartiwi.
"Yaudah, ayo, daripada nanti lupa, kayak kamu" Hartiwi mengiyakan ajakan gue, sambil nyindir gue soal yang kelupaan tadi.
Akhirnya, kita berdua sholat di masjid yang emang masih satu tempat dengan tempat makannya. Gue cuma mau kasih saran aja nih sob, sebaiknya lu emang harus cari tempat makan yang ada tempat ibadahnya juga, jadi makan iya, ibadah juga iya.
Selesai sholat, saatnya kita menuju ke tempat makan itu. Masuk ke sana, terus cari tempat duduk yang berdua aja (soalnya kalo tempat duduknya lebih dari dua takutnya ada setan), panggil pelayannya, terus si pelayan kasih gue daftar menu, dan acak acak acak acak acak acak acak acak, terpilihlah makanan untuk gue dan Hartiwi. Selama menunggu pesanan yang udah dipilih, gue cuma bercanda-canda aja sih sama Hartiwi. Iya, paling bercandanya main suit cina, yang kalah suruh pulang. Atau enggak, main petak umpet, trus kalo salah orang bilangnya 'KEBAKARAN, KEBAKARAN'.
Pesanan yang ditunggu pun datang, gue coba mengamati situasi yang ada di meja makan ini. Gue lihat ada ayam goreng, sambala sambala balasambalado, nasi putih, daging bakar, es jeruk, sama pizza kecil. Gue harus tentukan sikap sebelum Hartiwi melahap ini semua.
"Aku ambil ayam gorengnya satu, nasi putihnya segini, dagingnya segini, sama ini minumannya" Kata gue sambil mengambil dan menyendok apa yang memang harus di sendok.
"Eh tunggu, tunggu, tunggu, kamu abis perang atau apa? Makannya banyak banget" Hartiwi dengan sigap merobohkan semangat gue dalam mengambil makanan.
"Abis nonton film perang, kan. Trus karena terbawa suasana perangnya, ya gitu deh, jadi semangat hehehe" Kata gue mencoba kasih alasan seadanya, sambil tangan terus maindi makanan dong.
"Iya tapi aku enggak makan kalo kamu makannya kayak gitu. Yaudah, aku ambil ayam goreng satu, nasinya segini, ini minuman aku, trus tuh dagingnya kamu yang ini aja, aku ambil yang punya kamu, ya" Hartiwi bilang begitu.
Hartiwi kayaknya lebih semangat dari gue dah, buktinya, dia udah ambil nasi di tempat nasinya, terus ambil nasi juga di piring gue, udah gitu dia juga ambil daging yang tadi gue udah potong, trus gue disuruh ambil daging yang satu lagi. Dalem hati sih gue cuma bisa bilang, 'Kenapa kamu yang lebih semangat, iya'.
Okedah, sebagai pria gue harus mengalah, jadinya porsi makan gue sama Hartiwi sekarang seimbang. 10 menit waktu yang cukup buat gue dan Hartiwi melahap semua makanannya. Abis makan kita ngobrol sebentar, trus pergi dah dari tempat itu. Oh iya, gue udah bayar ya tuh makanannya. Ingat itu baik-baik.
Abis itu, gue nganterin Hartiwi ke daerah Lembang, tempat di mana Hartiwi mengontrak karena magang. Jadi, tempat kontrakannya itu enggak jauh dari tempat magangnya, ngerti? Sampe disana, ternyata ada temen-temen gue yang lain, sebut aja Mawar, Melati, Semuanya Indah.
"Widih, abis darimana tuh?" Kata Mawar.
"Kepo banget dah" Kata Hartiwi dengan bercanda.
"Au kepo banget dah, mending pada bikin makanan buat aku sama Hartiwi, kan tambah pahala tuh" Kata gue mencoba meramaikan suasana.
"Emangnya kita pembantu, iya" Kata Melati.
"Iya kan tugas mulia itu, membantu orang yang sedang kecapean kayak kita gini" Kata gue sambil menunjuk ke Hartiwi.
"Yaudahlah kalo enggak mau mah, enggak apa-apa, yang penting pizza di motor ada ini" Kata gue sembari duduk bersama Mawar, Melati, Semuanya Indah.
Akhirnya, kita terlibat pembicaraan yang enggak jelas, ngalor ngidul, segala macam bahasan dibahas. Mulai dari kenapa bumi itu bulat, siapa yang ganteng antara kucing apa kelinci, pokoknya hal yang berbau tidak jelas lah. Sampe menjelang petang, obrolan kayak begitu trus terjadi. Dan karena emang enggak enak udah mau magrib, gue ambil inisiatif untuk pulang ke kontrakan gue.
"Eh aku pulang dulu, iya. Udah mau magrib nih, ntar kalo kemaleman ga enak juga nih" Kata gue sambil berdiri.
"Yaudah sono, bagus dah pulang, udah pizzanya enggak dikasih ke kita-kita, hahaha" Melati bilang begitu.
"Iya, kirain mau dikasih pizzanya, enggak taunya cuma jadi ajang pamer aja, iya hahaha" Si Mawar nimpalin omongan Melati.
"Hartiwi, temenin aku sampe depan, iya" Kata gue ke Hartiwi.
"Yaudah, ayo" Hartiwi mengiyakannya.
"Aku pulang dulu ya, Assalamualaikum" Gue menutup obrolan ke Mawar, Melati, Semuanya Indah, dengan salam.
Akhirnya, gue dan Hartiwi turun ke bawah untuk mengambil motor gue yang terparkir di halaman kontrakannya.
"Temenin aku sampe depan situ, iya" Kata gue sekali lagi meminta tolong ke Hartiwi, sambil nunjuk ke jalanan di depan pagar kontrakannya.
"Tumben minta ditemenin sampe sana, kayak anak kecil aja nih minta ditemenin gitu, yaudah deh enggak apa-apa" Hartiwi sedikit meledek gue tapi tetap mengiyakannya juga.
Hartiwi dengan baik hatinya mau menemani gue ke depan jalanan sana. Dan karena deket, jadi gue enggak nyalain motor gue (padahal mah supaya gue bisa lama-lama berdua sama Hartiwi, hahaha). Nyampe depan jalan, gue membuka obrolan.
"Kamu sadar enggak selama ini?" Kata gue mencoba memberanikan diri.
"Maksudnya? Sadar gimana, nih?" Eh Hartiwi malah balik nanya ke gue.
"Iya, begini, kamu sadar enggak kalo selama ini aku tuh..." Gue memberhentikan kalimat gue.
"Selama ini? Maksud kamu apa, iya?" Hartiwi mulai masuk dalam ruang kebingungan.
"Selama ini aku tuh..." Gue tarik nafas sejenak.
"Selama ini aku tuh pake sendal kamu, trus kamu pake sendal aku, hahahahahah" Gue mencoba ngelucu.
"Aduh, iya ya, sendal kita ketukar, nih sendal kamu" Kata Hartiwi sambil kasih sendal gue.
"Aku udah ganteng, lucu juga ya hahaha" Kata gue masih coba ngelucu.
"Kamu aneh banget dah, kemasukan kali ya" Hartiwi mulai menebak-nebak sikap gue.
"Aku bercanda kok, biar enggak tegang aja, hehehe" Kata gue sok polos kayak bakso polos.
"Biar enggak tegang? Kamu ini kenapa dah? Kayak orang baru kenal aja sama aku" Ternyata Hartiwi pandai menebak apa yang gue rasa.
"Aku suka sama kamu" Gue bilang begitu dengan jelas.
"Kamu bilang apa barusan?" Gue enggak tau apa Hartiwi enggak denger atau pura-pura doang.
"Aku suka sama kamu" Gue menambah volume suara gue.
"Oh maaf, bahkan lebih dari itu. Aku cinta sama kamu" Kata gue denga cepat sebelum Hartiwi memotong perkataan gue yang tadi.
"Kamu serius?" Hartiwi tanya kayak orang enggak yakin gitu ke gue.
"Aku serius, aku cinta sama kamu, dan semoga kamu juga begitu. Jadi, bisa enggak, cinta aku ke kamu, berbalas?" Tanya gue yang mulai serius walau masih tegang juga.
"Kamu bener-bener serius ini? Kamu yakin cinta sama aku? Enggak salah orang?" Hartiwi masih menunjukan sikap ragu-ragunya dengan jelas.
"Serius, yakin, enggak" Tiga kata itu yang keluar dari mulut gue untuk menjawab ketiga pertanyaan yang penuh dengan keraguan dari Hartiwi.
"Emm gimana, iya. Aku enggak tau mau ngomong apa kalo sekarang. Jadi, maaf ya, untuk saat ini, aku masih belum bisa kasih keputusan apa-apa" Hartiwi mulai menyatakan sikapnya.
"Itu jawaban yang aku tunggu. Karena itu lebih baik dari pada kamu terus kasih aku pertanyaan yang ragu-ragu" Kata gue mencoba bersikap sebagai seorang pria.
"Iya, aku belum bisa kasih jawaban, secepatnya akan dikabari" Hartiwi kembali menegaskan kalimat yang tadi.
"Oke, karena hari sudah malam, ikan mau bobo. Jadi, aku pulang dulu, iya. Oh iya makasih, iya untuk hari ini hehehe" Kata gue sambil naik motor gue, dan nyalain motor.
"Hehehe, iya udah, hati-hati ya di jalan. Kalo udah sampe kontrakan kabarin, iya" Hartiwi sempat tertawa mendengar candaan gue tadi.
"Iya, makasih, iya. Assalamualaikum!" Kata gue sambil melajukan motor ini ke arah kontrakan gue.
Oke, semuanya, kira-kira sampe segitu dulu cerita yang gue bisa sajikan ke lu semuanya. Maaf kalo cerita gue kayak begini, namanya juga orang, kalo bukan orang kan enggak mungkin gue nulisnya pake huruf begini.
Pesan moral yang bisa gue kasih ke lu semua adalah, kalo hari udah malem, itu tandanya kita harus bobo, kenapa? karena ihari sudah malam. Ngerti? (Enggak), sama eke juga.
Menutup cerita ini, ada sebuah lagu yang mewakili perasaan gue,
Ada yang tak sempat tergambarkan oleh kata
Ketika kita berdua
Hanya aku yang bisa bertanya
Mungkinkah kau tahu jawabnya
Malam jadi saksinya
Kita berdua diantara kata
Yang tak terucap
Berharap waktu membawa keberanian
Untuk datang membawa jawaban
Mungkinkah kita ada kesempatan
Ucapkan janji takkan berpisah selamanya
Payung Teduh - Berdua Saja
Akhir kata, yang masih penasaran akan kelanjutan cerita gue ini, tunggu aja waktunya, iya. Soalnya kan di Anekdot Jejaka ini, enggak cuma cerita gue aja yang nongol, nanti juga ada cerita dari keempat teman gue yang lainnya. Thank you.
Sikap terbaik memandang sebuah kesuksesan adalah dengan melihat peluang dan cara bagaimana meraihnya. inget! jangan asal ngomong cinta diwaktu yg tdk tepat! kayaknya waktu menyatakan cinta ke doi masih kentang banget, cari waktu yang cocok untuk menyatakan cinta ke doi.
BalasHapusnah masalah ditolak itu urusan belakangan, terus berjuang! apapun yang anda yakini dengan segenap perasaan, maka akan menjadi kenyataan.
jangan lupa mampir ke mobokrasi blog juga,iya.
Ini kisah nyata, ya? Wah menarik banget.
BalasHapusCuma, unsur komedi yang disuguhkan di sini belum berhasil bikin gue ketawa bahkan senyum dihati. Gak tau apa ceritanya yang gak lucu atau emang guenya aja yg sedang bad mood. Entahlah~
Lalu, ending seperti itu kayaknya kurang bikin orang penasaran deh, hanya sebatas ingin tau 'diterima atau ditolak'. Sebenarnya masih bisa diatur sedemikian rupa hingga tercipta yang namanya teknik marketing haha.
Overall, ceritanya tetep menarik kok, buktinya aja gue baca sampe habis.